tari Tradisional,
ya inilah hobi ku mempelajari tentang tari tradisional. sejak SD aku sudah senang menari dan SMK pun aku masih menggeluti nya,
tapi sejak aku lulus SMK dan aku hijrah ke negeri jiran aku meninggalkan hobiku ini, karena ya tahu sendirilah di negeri orang tarian tradisional nya beda, dan sekarang aku ingin kembali lagi untuk menggeluti nya....
sekarang kita belajar dulu yah tentang Tarian di Indonesia....
Tarian Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Tarian
Indonesia mencerminkan
kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih
dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari
negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui
kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya
sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi
kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari
yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni
yang dijalankan pemerintah.[1]
Untuk keperluan
penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai
kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam
tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan
pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton
(tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari
rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua
kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.
Daftar
isi
|
Era sejarah
Tari bercorak prasejarah atau tari suku pedalaman
Sebelum
bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan Indonesia sudah
mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak pada berbagai suku bangsa
yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih hidup sederhana di pedalaman,
misalnya di Sumatera (Suku
Batak, Nias, Mentawai), di
Kalimantan (Suku
Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Suku
Baduy), di Sulawesi
(Suku
Toraja, Suku
Minahasa), di Kepulauan
Maluku dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme).
Banyak ahli
antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan
upacara keagamaan.[2] Tarian semacam
ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk
menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai
jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari
Hudoq dalam suku
Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari
Merak dari Jawa
Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang
seperti tari Tor-Tor dalam suku Batak yang berasal
dari Sumatera
Utara. Tarian ini
juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri
manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh tersebut.
Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang dianggap
sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar
kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali, dimana gadis
yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental tidak sadar yang
dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud mengusir roh-roh jahat dari
sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan tari
keris juga
melibatkan kondisi kesurupan.
Tari bercorak Hindu-Buddha
Dengan
diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan Buddhisme dirayakan dalam
berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu seperti Ramayana, Mahabharata dan juga Panji menjadi ilham
untuk ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari"
menyerupai "ballet" dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit
dan sangat bergaya diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau
Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi
Prambanan, Yogyakarta;
sementara sendratari yang bertema sama dalam versi Bali dipentaskan di berbagai
Pura di seluruh
pulau Bali. Tarian Jawa Wayang
orang mengambil
cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan tetapi tarian ini sangat
berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan tangan tetap dianggap
penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting terhadap mudra sebagaimana
tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa
menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai,
sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya dipercaya berasal dari masa Majapahit pada abad
ke-14 bahkan lebih awal, tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh
gadis perawan untuk memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma, dan Wishnu.
Di Bali, tarian
telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu
Dharma. Beberapa ahli
percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari yang lebih tua dari Jawa.
Relief dari candi di Jawa Timur
dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan
kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan
tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa
tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu.
Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci
untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang
menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan
penghormatan kepada tamu seperti tari
pendet. Tari
topeng juga sangat
populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat
dirunut berasal dari sejarah Kerajaan
Kediri abad ke-12.
Jenis tari topeng yang terkenal
adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.
Tari bercorak Islam
Sebagai agama
yang datang kemudiam, Agama Islam mulai masuk ke
kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman
dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita
yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran
Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari
masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa
Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana
dalam ajaran Islam.
Era baru ini
membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu dan Tari
Saman Aceh menerapkan
gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan
dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula
alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang
menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung
nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.
Pendukung
Tari keraton
Tari Golek
Ayun-ayun, dari Keraton Yogyakarta
Tarian di
Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan;
berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di berbagai bagian
Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan
paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi
tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin
dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada
kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan
lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya
tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang
dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan
terbuka atas berbagai pengaruh.
Perlindungan
kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan
sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan
dari Keraton Yogyakarta dan Keraton
Surakarta terkenal
sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan pengiring
tarian tersebut. Tarian istana juga terdapat dalam tradisi istana Bali dan
Melayu, yang bisanya—seperti di Jawa—juga menekankan pada kehalusan, keagungan
dan gengsi. Tarian Istana Sumatra seperti bekas Kesultanan
Aceh, Kesultanan
Deli di Sumatera
Utara, Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatera Selatan
lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan
warisan budaya Hindu-Buddhanya.
Tari rakyat
Tarian
Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari
masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya.
Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang
dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di
perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang dikembangkan dan
dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan
relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun
demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap
dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial
pergaulannya daripada fungsi ritual.
Tari Ronggeng dan tari Jaipongan suku
Sunda adalah contoh
yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan yang
lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang dianggap
kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya tari
rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam
standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam
tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari
rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan
sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari Minahasa Sulawesi
Utara, dan tari Sajojo dari Papua.
Tradisi
Tari tradisional
Tari
tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa
Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian
Sunda, tarian Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan
masih banyak lagi adalah seni tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun
demikian tari ini tetap dikembangkan hingga kini. Beberapa tari mungkin telah
berusia ratusan tahun, sementara beberapa tari berlanggam tradisional mungkin
baru diciptakan kurang dari satu dekade yang lalu. Penciptaan tari dengan
koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu
masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru.
Tari kreasi baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang
telah sirna, penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni
tari tradisional.
Sekolah seni
tertentu di Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, Institut
Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni
Indonesia (ISI) yang tersebar di Denpasar, Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya
mendukung dan menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni
tari tradisional di Indonesia. Beberapa festival tertentu seperti Festival
Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk
menampilkan tari kreasi baru karya mereka.
Tari kontemporer
Seni tari
kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari balet dan tari modern barat. Pada tahun 1954, dua seniman
dar Yogyakarta — Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana — merantau ke Amerika
Serikat untuk belajar ballet dan tari modern dengan berbagai sanggar tari
disana. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka membawa budaya
berkesenian baru, yang pada akhirnya mengubah arah, wajah dan pergerakan dan
koreografi baru, mereka memperkenalkan gagasan seni tari sebagai ekspresi
pribadi sang seniman ke dalam seni tari Indonesia.[3] Gagasan seni
tari sebagai media ekspresi pribadi seniman telah membangkitkan seni tari
Indonesia, dari yang semula selalu berlatar tradisi menjadi ekspresi seni,
melalui paparan sang seniman terhadap berbagai latar belakang seni dan budaya
yang lebih luas dan kaya. Seni tari tradisional Indonesia juga banyak
memengaruhi seni tari kontemporer di Indonesia, misalnya langgam tari Jawa
berupa pose dan sikap tubuh serta keanggunan gerakan seringkali muncul dalam
pagelaran seni tari kontemporer di Indonesia. Kolaborasi internasional juga
dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh dengan seni tari teater tradisional
Jawa dan Bali.
Tari modern
Indonesia juga seringkali ditampilkan dalam dunia industri hiburan dan
pertunjukan Indonesia, misalnya tarian pengiring nyanyian, pagelaran musik,
atau panggung hiburan. Kini dengan derasnya pengaruh budaya
pop dari luar
negeri, terutama dari Amerika serikat, beberapa tari modern seperti tari
jalanan (street dance) juga merebut
perhatian kaum muda Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar